Kamis, 06 Desember 2012

Hebat anggota Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional Selain Bisa Mengerjakan Proyek mereka bias juga adu Jotos



 



Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional Ir Wijaya Seta MT, 
Kasubdit Binlak Ir Prihatono MSi menerima kunjungan 
Bupati Madina HM Hidayat Batubara bersama Kepala Dinas PU 
Binamarga Provinsi Sumatera Utara Ir Efendi Pohan


Memang salut dan angkat tangan kita pada PNS Balai Besar Pelaksanan Jalan Nasional yang di pimpin Ir Wijaya Seta MT yang berkantor di jalan Sakti Lubis Medan sambil mereka dapat mengerjakan proyek jalan dan jembatan mereka hobi juga olah raga adu jotos

Seperti baru baru ini rabu (5/12) setelah melakukan pertandingan olah raga memperingati hari jadi PU yang ke 67 yang diadakan unit alat berat di jalan busi Medan tanpa sebab yang pasti terjadi adu jotos dengan wartawan yang meliput sehingga wartawan elin dari gaya medan Simon Jauhari dari Fakta pos serta Kairul dari mingguan dan torkis Simanjuntak habis di hajar PNS dilingkungan Pu tersebut .

Usut punya usat ternyata ketika pembangian uang wartawan ada yang tidak dapat entah apa pasalnya maka terjadi adu jotos. Yah gitulah nasib wartawan di Republik Indonesia ini hanya untuk dipukuli PNS saja

Sabtu, 03 November 2012

Kejatisu !! Tersangka Pengrusakan Lahan Ubi yang Masih berstatuskan Tahanan Jaksa Kembali Membuat Onar Kepada Masyarakat



Korban Pengeroyokan bernama Jonson Sihombing SH. melaporkan pelaku pengeroyokan pemukulan terhadap dirinya di Polsek Percut Sei Tuan. Para tersangka bernama Feri Simbolon alias bapak Nando Elikson Simbolon, Hotman Simbolon, br Sihombing. Lokasi kejadian Pasar I kampung Tapanuli Desa Tambak Rejo Kec. Percut Sei Tuan Kab. Deli Serdang.



Terjadi Keributan Di Ladang, gara-gara empat pelaku yang mengeroyok korban mengambil tanaman buah pisang di lokasi ladang Jonson Sihombing SH. Keadaan Ladang tanaman pisang dimana kondisinya telah dipulgar menjadi gudang plastik. Sedangkan lokasi tanaman pisang berletakkan di Gudang Plastik milik Saudara Jonson Sihombing SH. Saat korban mempertahankan tanaman pisang di lokasi gudangnya untuk tidak diambil. Empat pelaku tidak menghiraukan melakukan  pengeroyokan seperti prilaku premanisme Feri Simbolon mengejar memakai parang, Erikson Simbolon mendorong korban, br. Hombing memukul pakai balok Hotman Simbolon melemparkan batu kepada korban. Korban pun tak berdaya menahan langsung melangkah menuju ke pihak yang berwajib melaporkannya ke Polsek Percut Sei Tuan.


Sebelumnya tersangka pelaku pengeroyokan saudara Jonson Sihombing SH. Elikson Simbolon dan CS nya tentang pengerusakan lahan ubi milik Saudari Mesi br. Nababan tersangka pengeroyokan ini adalah terlapor terhadap pengrusakan lahan ubi. Hingga Saat ini berstatuskan seperti surat kepolisian yang memberitahukan hasil pengembangan penyidikan memberitahukan telah dinyatakan lengkap terhadap tersangka dan barang bukti telah kami serahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Labuhan Deli sesuai surat pengantar no: B/3093/x/2012 tanggal 18 oktober 2012 an tersangka Elikson Simbolon, dan no : B/3092/x/2012 tanggal 18 oktober 2012 an tersangka T. Nababan CS. Hingga Saat ini laporan menyangkut pelaku pengrusakan adalah berstatuskan tahanan Jaksa yang dapat penangguhan? ada apa dengan kejaksaan Negeri Labuhan Deli? apakah untuk pelaku kejahatan dapat diberikan penangguhan? di dalam kategori penangguhan seperti apa Elikson CS hingga dapat melakukan teror kembali kepada masyarakat yang lain di lokasi ladang tanaman masyarakat?.


 
Mungkinkah Elikson Sihombing CS adalah pelaku kejahatan yang kebal hukum?. Kepala Kejaksaan Negeri Labuhan Deli dan Jaksa penanganan hukum Elikson CS ada apa ini sebenarnya?. Masyarakat harus berbuat apa? apakah menunggu dalam keresahan ujar Ketua 7 DPP Komnas WI yang ada dimintai tanggapannya dalam mendengar dan dikonfirmasi wartawan media online ini. Ketua 7 Dewan Pengurus Pusat Komite Nasional Wartawan Indonesia sangat Prihatin terjadinya hal seperti ini. Dimana korban Jonson Sihombing SH. adalah kerabatnya DPP Komnas WI. Sedangkan sosok Jonson Sihombing SH. adalah Ketua Sumatera Utara LSM asosiasi Independen Petani Indonesia (AIPI).
http://profile.ak.fbcdn.net/hprofile-ak-prn1/174604_367084793319811_615393495_n.jpghttp://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRtWeHn0hRYaOTu8yNV7NZjPMGosweHB8cjk0AnCyLwb73hQRFmCbmHKTAuAw
Ketua Umum DPP Komnas WI Bapak P. Mangku Prawira memberikan tanggapan tentang hal ini kedepannya adapun kejadian yang seperti ini marilah keadilan ditegakkan seadil-adilnya. Terhadap pemberitaan yang terjadi atas permasalahan ini jangan pernah ragu dan berhenti untuk mengabarkan, apabila Kejaksaan Negeri Labuhan Deli dan para Jaksa yang menangani tersangka Elikson Simbolon ini permasalahan biasa. Ataukah dianggap biasa biasa saja? saya beserta Jajaran Kepengurusan Komnas WI akan meminta tindak lanjut daripada pelaku Yudikatif hingga kejenjang Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, juga Kejaksaan Agung, beserta pejabat Yudikatif yang berwenang demi penegakan hukum yang seadil adilnya untuk masyarakat Sumatera Utara dan di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI.(on)

Selasa, 07 Agustus 2012

LSM Kesatuan Bangsa Pemko Medan Jual Tanah SD Negeri 060926 di Jalan AH Nasution, Kelurahan Harjosari II Kecamatan Medan Amplas.

 

Sahbudin Ketua LSM Kesatuan Bangsa mengatakan kok bisa ya izin pembangunan ruko, yang "memakan" halaman SD Negeri 060926 di Jalan AH Nasution, Kelurahan Harjosari II Kecamatan Medan Amplas.Apa Pak wali kota sudah tidak peduli lagi dengan pendidikan di kota medan pembangunan ruko tersebut telah menggangu proses belajar-mengajar. Lahan yang digunakan sebagai lokasi pembangunan ruko itu, sebelumnya telah dihibahkan pemiliknya kepada pemerintah untuk pembangunan gedung SD Negeri tersebut.

Dalam konteks demikian,, pembangu-nan ruko yang telah memakan korban halaman sekolah itu, dapat disebut telah menafikan amanat yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Dan, yang memberikan izin pembangunan ruko itu lebih mengedepankan kepentingan pengusaha, ketimbang kepentingan mencerdaskan kehidupan ba-ngsa.

Di sisi lain, juga menyatakan keprihatinannya terhadap kondisi moubiler dan fasilitas di SDN 060926, yang banyak di antaranya mengalami kerusakan dan tidak laik pakai. "Aneh juga, di Kota Medan masih ada sekolah fasilitasnya lebih buruk dibanding sekolah di pelosok desa,"katanya.

Hakim Mafia PN Medan Putuskan Kasus 2 bulan 7 hari

 

Hakim Ketua Sugiarto di Pengadilan Negeri Medan,terdakwa pengerusakan rumah dan penghinaan, pasangan suami istri, Awih dan Ai Lie divonis 2 bulan 7 hari korban Si Tiong Lin alias Ationg (58)  warga Jalan PWS Medan,  menganggap majelis hakim telah “bermain mata” dengan kedua terdakwa pasangan suami istri itu.

Dikatakan Ationg dalam persidangan itu, sebagai Hakim Ketua Sugiarta dan Jaksa Vera Tambun. “Masa kedua terdakwa itu, hanya divonis dua bulan tujuh hari, dikenakan pasal 170 junto 335. Saya merasa tidak puas, dalam putusan hakim ini. Pasti hakim bermain mata dengan terdakwa. Ada apa udang dibalik kuetiu,” ujar Atiog sore ini.

Kasus  dalam perbuatan tidak menyenangkan ini, telah dilaporkannya ke Polresta Medan, Nomor: STPL/514/III/2012/SU/Polresta Medan/Sek Medan Baru. Laporan pengaduan itu, Selasa (6/3) 2012 sekira pukul 12.25 Wib. Dalam kasus ini korban mengalami kerugian pintu gerbang samping kiri rumah terbuat dari besi rusak berat akibat pengerusakan yang dilakukan dua pasangan suami istri.

Lebih lanjut dikatakan, berarti ada istimewanya dua terdakwa itu. “Padahal sudah berkali-kali perbuatannya.melakukan penyerangan dan pengerusakan ke rumah. Saya sudah trauma dibuatnya kalau seperti ini. Sudah dua kali dia kulaporkan ke polisi atas masalah itu, dan aku maafkan. Tetapi dia tidak jera juga, yang ketiga kali tidak saya maafkan lagi dan akhirnya dia disidang dan divonis hanya dua bulan tujuh hari. Gak puas saya keputusan yang dibuat hakim ini,” ujar Ationg dengan nada kecewa.

Tionghoa Surabaya

 

Aktivitas golongan Tionghoa di sejumlah tempat di Indonesia cenderung dikonotasikan negatif. Mereka disebut-sebut sekumpulan oportunis yang menginginkan kekayaan tanpa peduli masyarakat sekitarnya. Sebelum dicitrakan rezim Orde Baru sejak 1966, masyarakat Tionghoa di Surabaya, Jawa Timur, pernah mengalami perlakuan represif dari kekuasaan Sekutu yang didasarkan pada diskriminasi rasial.
Kala itu, warga Tionghoa dituduh melakukan pencurian di gudang makanan milik tentara Sekutu. Tuduhan tersebut membuat banyak warga Tionghoa ditawan. Orang-orang Tionghoa di Pasar Pabean dan Songoyu yang terdiri dari pedagang sampai buruh pasar dan pegawai kemudian bersatu untuk memprotes penawanan itu. Pemerkosaan terhadap perempuan Tionghoa, pancingan tentara Inggris kepada warga Tionghoa miskin untuk melakukan pencurian di gudang makanan, serta perlakuan rasialis pada pembagian kebutuhan pokok antara orang kulit putih dan Tionghoa membuat mereka marah dan melakukan aksi mogok pada 10-13 Januari 1946.
Aksi perlawanan ini membuat ekonomi Surabaya mendadak lumpuh. Akibatnya, kebutuhan logistik tentara Sekutu, komunitas Eropa dan masyarakat di Surabaya, terhambat. Baru ketika Mayor Jenderal Mansergh mengajukan permohonan maaf, kondisi ekonomi Surabaya pulih kembali.
Peristiwa pemogokan itu hanya sebagian kecil dari sikap represif dan diskriminatif yang pernah dialami warga Tionghoa di Surabaya. Dalam buku Komunitas Tionghoa di Surabaya (1910-1946) ini, kita juga diperkenalkan ihwal asal mula kedatangan imigran tionghoa di Surabaya yang semula terbentuk sebagai aktivitas individu yang tak terorganisir.
Gelombang migrasi yang tak teratur ini membuat mereka bebas beraktivitas dengan memunculkan bahasa yang berlainan. Tiap imigran membawa muatan budaya walau tak semua budaya leluhur mereka diterapkan. Secara perlahan, bahasa asli mereka terdorong untuk hilang, yang ditambah dengan perkawinan silang yang melahirkan generasi peranakan.
Pendidikan Barat dengan bahasa Belanda atau Melayu juga menjadi faktor terkikisnya bahasa asli leluhur mereka di Surabaya. Dibandingkan imigran lain, seperti India atau Arab, imigran Tionghoa menempati jumlah terbesar di Surabaya.
***
Buku yang terbit pada 2010 ini semula adalah skripsi penulis, Andjarwati Noordjanah, di Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada dan pernah diterbitkan pada 2004 oleh penerbit Mesiass (Masyarakat Indonesia Sadar Sejarah) sebagai naskah bermutu program Yayasan Adikarya Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) dan Ford Foundation. Dalam buku ini, penulis juga mengupas eksistensi imigran Tionghoa yang erat dengan pergantian kekuasaan sehingga mengakibatkan munculnya kebijakan berbeda dari pemerintah terhadap masyarakat Tionghoa (halaman 81).
Tak hanya itu, di bab 4, penulis memaparkan tiga kebijakan penguasa terhadap warga Tionghoa mulai dari Belanda, Jepang, dan Indonesia. Di masa Jepang, terjadi dualisme sikap warga Tionghoa antara golongan peranakan yang berpendapat lebih mudah melawan gerakan fasisme Jepang di tanah Jawa dan golongan Tionghoa totok yang solider pada penderitaan saudaranya di Tiongkok tatkala dikuasai Jepang pada 1931.
Imamura, panglima Jepang di Indonesia saat itu, memanfaatkan warga Tionghoa, dalam perspektif Jepang, dengan jalan menghidupkan kembali budaya mereka. Kebijakan ini memperkuat identitas mereka, sekaligus menjauhkan golongan peranakan dari budaya setempat. Akibatnya terjadi perpecahan bagi gerakan perlawanan pada Jepang di Jawa dengan banyaknya orang Tionghoa yang bekerja sama dengan Jepang.
Kala itu, Imamura sudah menerapkan apa yang disebut politik devide et empera. Dasar argumentasinya adalah, jika kebudayaan leluhurnya dihidupkan kembali, niscaya perhatian warga Tionghoa dapat dimanfaatkan untuk membantu kedudukan Jepang di Indonesia.
Di buku ini juga dijelaskan bahwa peran masyarakat Tionghoa dalam mendirikan negara ini tidak kecil. Tatkala Jepang menduduki Surabaya, mereka melakukan perlawanan dengan memboikot perdagangan produksi Jepang yang disponsori Tjin Tjay Hwee (halaman 84). Di sini terlihat bahwa, walau dengan cara beda, kebijakan Indonesia yang pernah menghilangkan kecinaan, yang dianggap menyebabkan mereka merasa bukan orang Indonesia, memiliki dampak yang kurang lebih sama pada masa pendudukan Jepang, dengan terjadinya dualisme sikap warga Tionghoa yang anti dan pro republik.
***
Usai membaca buku setebal 151 halaman ini, terdapat sejumlah catatan yang dapat menjadi renungan. Pertama, perlakuan represif terhadap masyarakat minoritas Tionghoa dari penjajah yang kemudian mewaris pada Indonesia membuat kita makin paham bahwa sistem politik dari siapapun penguasa umumnya dilakukan dengan memecah belah kekerabatan antar etnis/bangsa yang punya peran penting di bidang ekonomi maupun hubungannya dengan kaum pribumi.
Kedua, selain dapat menjadi kekayaan historis dengan keunggulannya dalam menyajikan berbagai fakta yang terluputkan dalam sejarah, buku ini dapat dijadikan refleksi yang menyentuh, bukan saja pada komunitas Tionghoa, melainkan juga kepada pembaca bahwa hampir dalam tiap sejarah kekuasaan, pemerintah cenderung amnesia terhadap kesalahan masa lalu. Perilaku amnesia inilah yang membuat komunitas Tionghoa selalu berada dalam posisi terpinggirkan.

Sabtu, 04 Agustus 2012

LSM Ulayat Rakyat Minta Gatot Pujo Nugroho Copot Kadis PariwisataNaruddin Dalimunthe


Susilo Umar Ketua LSM Ulayat Rakyat mengatakan, Kepala Dinas Pariwisata Sumatera Utara (Kadisparsu) H Naruddin Dalimunthe diduga terlibat korupsi dana promosi kebudayaan Sumatera Utara Rp 5 miliar. Pasalnya, Kadisparsu tidak dapat menunjukkan bukti-bukti ril terkait pelaksanaan promosi kebudayaan Sumut ke mancanegara tersebut.


"Seharusnya Naruddin harus berani transparan dengan menunjukkan bukti-bukti pelaksanaan promosi pariwisata dimaksud baik berupa berita acara, kontrak kerja, kwitansi pembayaran, bukti pelaksanaan tender dan berbagai bukti pendukung lainnya." ujar HE Paulus kepada andalas, Jumat (3/8).
Sekaitan itu,LSM Ulayat Rakyat menegaskan, Plt Gubsu H Gatot Pujo Nugroho sebaiknya mencopot H Naruddin Dalimunthe dari jabatannnya sebagai Kepala Dinas Pariwisata Sumut. “Buat apa dipertahankan kadis bermasalah yang saat ini dilanda kasus dugaan korupsi,” katanya.
Menurut LSM Ulayat Rakyat   bila Gatot Pujo Nugroho tidak mencopot Naruddin dengan segera, ini akan membawa dampak negatif terhadap kinerja Plt Gubsu itu sendiri. Orang berprasangka demikian, karena seorang pejabat bermasalah malah dilindungi.
“Maka untuk menghindarkan imej negatif masyarakat, Plt Gubsu harus bertindak tegas untuk mengganti Naruddin,” tandas Paulus.
LSM Ulayat Rakyat menegaskan, Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) sebaiknya mengambil-alih kasus dugaan korupsi Kadisparsu demi penyelamatan uang negara. (Joko)

Anggota Kodim 0201/BS Pelda Januar Prihatin (JP) Sinaga Gagalkan Perampokan Bersenpi

GAGALKAN PERAMPOKAN – Anggota Kodim 0201/BS Pelda JP Sinaga (kanan) didampingi Letkol inf Doni Hutabarat (kiri) saat menjelaskan upaya perampokan yang ia gagalkan, di Makodim 0201/BS, Medan, Sumut, Jumat (3/8).

Anggota TNI yang bertugas di Kodim 0201/BS Pelda Januar Prihatin (JP) Sinaga berhasil menggagalkan aksi perampokan bersenjata api yang ingin menggasak sebuah tas berisi uang Rp200 juta yang dibawa kasir Swalayan Maju Bersama, Kamis (2/7) siang di Jalan KL Yos Sudarso simpang Glugur, Medan.

Peristiwa itu terjadi saat JP Sinaga hendak menjemput istrinya di Rumkit Putri Hijau dengan mengendarai mobil Avanza BK 1575 QK. Sayangnya komplotan perampok tersebut berhasil kabur dengan menumpang sebuah mobil Avanza hitam setelah seorang anggota komplotan menodongkan senjata apinya ke arah warga yang berusaha mengejar.
"
Usai dari Rumkit Putri Hijau, kami mau menuju bengkel. Tetapi di tengah jalan, istri saya mengajak singgah ke ATM BRI di Jalan KL Yos Sudarso simpang Glugur untuk ambil uang buat bukaan. Saat mau parkirkan mobil, saya melihat terjadi tarik menarik antara korban dengan pelaku, karena mobil saya dengan mobil korban bersebelahan," kata JP Sinaga didampingi Dandim 0201/BS Letkol Inf Donny Hutabarat, Jumat (3/8) saat temu pers di Makodim.

Ketika pelaku berhasil mengambil uang korban, pelaku dengan mengendarai sepeda motor Jupiter BK 2009 HBH lari dengan temannya yang sudah menunggu di atas sepeda motor.
"Baru dua meter berjalan, saya langsung menabrak sepeda motor itu. Dua pelaku tergeletak dan uangnya bertaburan di jalan, namun pelaku berhasil melarikan diri dengan menaiki mobil Avanza hitam yang datang dari arah belakang," jelasnya.
Namun, lanjutnya, saat masyarakat berupaya mengejar mobil tersebut, satu orang yang di dalam mobil mengeluarkan senjata api. "Saya tidak tahu pasti, tapi kata masyarakat ada senjata apinya. Dan saya lihat ada empat orang yang di dalam mobil, ada yang berbadan tegap dan cepak, tapi yang tarik menarik uang itu orangnya tinggi dan kurus memakai baju kotak-kotak," ungkapnya.
JP Sinaga mengaku, saat itu dirinya spontanitas saja menolong wanita tersebut. "Kebetulan saya yang memakai baju dinas, murni ingin membantu. Dan Insya Allah saat itu saya sedang berpuasa. Saya juga sempat menenangkan korban, karena dia shock, lalu saya pergi ke bengkel," imbuhnya.
Menanggapi hal ini, Dandim 0201/BS Letkol Inf Donny Hutabarat mengatakan, penghargaan pasti ada diberikan kepada prajurit berprestasi. "Kita juga akan mebantu aparat kepolisian, untuk mengungkap siapa perampoknya. Saya rasa ini perampokan terencana, kita siap membantu dalam penyelidikan ini," tegasnya.
Sementara sopir mobil korban, Purnomo, yang tinggal di Perumnas Simalingkar mengatakan sebelum kejadian ia bersama kasir Swalayan Maju Bersama, Angelina, baru dari BII Jalan Diponegoro untuk menyetorkan uang.

Setelah itu singgah ke Bank Mandiri di Jalan Pulau Pinang untuk menukarkan uang dan selanjutnya bermaksud kembali ke kantor di Swalayan Maju Bersama, Pulo Brayan.
“Waktu di jalan ada sopir angkot bilang ban mobil yang saya bawa kempes. Saya buka kaca dan lihat memang kempes, tapi saya tetap jalan,” ujar Purnomo.

Namun, karena ban kempes, mobil yang dikemudikannya jadi kurang enak dibawa. Lalu Purnomo memberhentikan mobilnya Xenia BK 1048 GN.
Ia sempat keluar dari mobil dan melihat ban mobil yang kempes, tetapi ia terkejut melihat kasirnya yang duduk di belakang sedang tarik menarik tas yang berisi uang dengan seseorang. “Saya terkejut melihatnya dan saya langsung berteriak rampok,” ujar Purnomo.
Teriakan itu mengundang perhatian warga yang kebetulan melintas dan berusaha memberikan bantuan, tetapi pelaku mengancam dengan mengacungkan senjata dan berhasil kabur dengan mobil yang mereka bawa

PKL Lubukpakam Mengamuk


LUBUKPAKAM-Pedagang kaki lima (PKL) mengamuk di Lubukpakam Deliserdang, Jumat (3/8). Bahkan, seorang pedagang nekad menantang dan mencopot jabatan Camat Lubukpakam Citra Effendi Capah, karena memerintahkan petugas Sat Pol PP membongkar kios miliknya, tanpa adanya surat pemberitahuan, Jumat (3/8) sekitar pukul 10.00 WIB.
“Enak saja kalian membongkar kiosku, kalian tidak tau siapa saya? Saya adik Kapolres di Jawa Timur, awas Kau Camat ya, ku copot kau nanti,” teriak pedagang yang namanya tidak mau dikorankan itu.
Menanggapi sikap seorang PKL itu, Camat Lubukpakam Citra Efendi Capah, menganggap tindakan PKL itu merupakan hal wajar. Kendati begitu, pihaknya mengaku sudah berulangkali menegur para pedagang, agar tidak berjualan di badan jalan, sehingga tidak mengganggu aktivitas lalu lintas. “Silahkan saja mengancam, saya wajib menjaga kenyamanan kota,” kata Citra

Enam Media Dinilai Lakukan Kampanye Negatif



MEDAN- Pengamat Komunikasi Prof Suwardi Lubis mengungkapkan setidaknya ada enam media massa di Sumut yang dinilai melakukan black campaign alias kampanye negatif  atas beberapa kandidat balon Gubsu dalam proses Pilgubsu 2013.
Hal itu dikatakannya saat dihubungi wartawan menyikapi tentang munculnya  black campaign dalam proses Pilgubsu. “Dari hasil pengamatan terhadap media massa di Sumut, ada 6 media massa yang cenderung melakukan kampanye negatif ,” ujarnya.
Suwardi mengatakan, media massa memiliki fungsi yang krusial dalam kehidupan masyarakat. Setidaknya fungsi tersebut adalah kontrol sosial dan pendidikan. “Karena itu, saya mendorong agar media massa dapat menjalankan fungsi kontrol sosial dan pendidikan dengan baik,” tegasnya. Menurut dia, dalam pemberitaan proses Pilgubsu ini, media diharapkan dapat menyampaikan informasi yang membangun wawasan.
“Media jangan menjadi provokator. Jangan hanya berita yang negatif saja dimunculkan, tapi munculkan juga berita yang positif,” tuturnya.

Pangdam: Menyerahkan senpi illegal diberi hadiah



IDI - Panglima Kodam Iskandar Muda, Mayjen TNI Zahari Siregar mengaku senjata api (senpi) ilegal masih beredar di Aceh. Namun ia tidak bisa memastikan jumlahnya. Pangdam mengimbau masyarakat yang memiliki atau menyimpan senjata api ilegal agar menyerahkan melalui Dandim atau Danramil.

“Secara logisnya kalau kita memiliki senjata pikiran kita itu kadang-kadang mau yang macam-macam saja. Contohnya saja kalau kita punya belati maunya berantam saja. Tapi kalau ini tidak ada terus kita ganti dengan pembangunan pasti pikiran kita kok masih kurang aja Aceh ini dibangun," ujar Pangdam, hari ini.

Kepada masyarakat yang memiliki senjata ilegal dan menyerahkan kepada pihaknya, kata Pangdam, akan diberikan penghargaan dan ucapan terima kasih. "Serta tidak diberikan sanksi apa pun," ujarnya.

Ia mengimbau pemilik senjata api ilegal yang mau menyerahkan jangan merasa takut akan ditangkap atau diintimidasi setelah penyerahan. "Jika sudah mengembalikan senjata api ilegal, masalah keamanan terjamin," ujar Pangdam.